25 November 2008

Rekrutmen Broker Saham : Cermin Bagi Perusahaan Futures (Bagian 2)

Di lingkungan futures sebetulnya juga ada proses sertifikasi semacam itu, yaitu sertifikasi sebagai Wakil Pialang Berjangka, yang mana tes/ujiannya diselenggarakan oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka dan Komoditi (BAPPEBTI), namun di lingkungan kerja perusahaan futures, pemegang sertifikat Wakil Pialang Berjangka ini diposisikan jauh lebih tinggi dari yang seharusnya. Meski sebetulnya ujian sertifikasi ini bersifat relatif terbuka bagi masyarakat, namun lazimnya status sertifikasi sebagai Wakil Pialang Berjangka ini menjadi hadiah “eksklusif” bagi mereka yang “berprestasi” dan sudah teruji loyalitasnya terhadap sebuah perusahaan futures, sehingga perusahaan tersebut bersedia membiayai keikutsertaan seorang calon wakil pialang dalam ujian sertifikasi yang diselenggarakan oleh BAPPEBTI, dan untuk selanjutnya direkrut sebagai wakil pialang, yang mana di perusahaan futures fungsinya dipersempit sebagai petugas yang membacakan Sign Agreement saja. Padahal seharusnya wakil pialang inilah yang paling kompeten untuk bertugas sebagai marketing sekaligus melakukan sosialisasi rule of the game dalam dunia futures, bukannya anak kemarin sore yang baru kenal futures selama satu-dua training yang mencekokinya dengan gambaran-gambaran super manis agar mau invest atau mengajak orang lain untuk berinvestasi di perusahaan tersebut.
Sebenarnya solusi awal paling tepat dan praktis dalam mengatasi manipulasi informasi peluang kerja di perusahaan futures yang sudah berakar kuat di dunia kerja Indonesia adalah : Buat Peraturan Pemerintah yang mewajibkan setiap marketer perusahaan futures memiliki sertifikat sebagai Wakil Pialang Berjangka. Kemudian jatuhkan sanksi yang tegas bagi perusahaan futures yang kedapatan ‘mempekerjakan’ marketing tanpa sertifikat WPB. Satu hal lagi, perlu didefinisikan secara spesifik bahwa pengertian kata ‘mempekerjakan’ disini mencakup aktifitas “mengundang interview dan mengijinkan seorang pencari kerja yang telah mengikuti short training untuk melakukan aktifitas marketing produk-produk futures.” Hal ini dikarenakan hampir tidak ada satupun perusahaan futures yang mau menggunakan istilah “karyawan/pegawai” dalam perjanjian kontrak kerja bagi para marketingnya, paling-paling hanya menggunakan kata “mitra kerja” atau sejenisnya, yang mana keduanya seolah diposisikan sejajar, sehingga perusahaan futures sama sekali tidak merasa memiliki “karyawan”, yang berarti tidak bisa dikenai pasal dalam undang-undang ketenagakerjaan .
Sudah saatnya pemerintah peduli dengan keluhan pada pencari kerja yang selalu menjadi pihak yang paling lemah dalam proses masuk ke dunia kerja. Perlu kerja sama yang serius untuk memberantas praktek-praktek yang mengarah pada penghilangan etika dan sifat kemanusiaan yang seharusnya dijunjung tinggi dalam rangka melindungi keberlangsungan hidup manusia dalam jangka panjangnya, bukan sekedar memikirkan keuntungan jangka pendek tanpa mempedulikan berapa banya manusia dan harta milik orang lain yang akan menjadi korban.
 

Distributed by eBlog Templates