21 November 2008

KONTROVERSI PROSES REKRUTMEN PERUSAHAAN FUTURES INDONESIA

Sebenarnya solusi awal paling tepat dan praktis dalam mengatasi manipulasi informasi peluang kerja di perusahaan futures yang sudah berakar kuat dalam dunia kerja Indonesia adalah : Buat Peraturan Pemerintah yang mewajibkan setiap marketer perusahaan futures memiliki sertifikat Wakil Pialang Berjangka. Kemudian jatuhkan sanksi yang tegas bagi perusahaan futures yang kedapatan ‘mempekerjakan’ marketing yang belum memiliki sertifikat WPB.

Mayoritas rekan-rekan job seekers yang pernah dipanggil interview oleh sebuah perusahaan broker forex (futures), hampir pasti komplain, bersungut-sungut sambil marah-marah dan pada akhirnya menganggap perusahaan semacam ini sebagai penipu. Betapa tidak, datang dari lokasi yang jauh karena melamar/ditawarkan posisi Business Manager, Assistant Business Manager, Public Relation, Business Relation, Marketing Manager, Assistant Marketing Manager, Finance Marketing, Financial Consultant, Business Development, Business Executive, Marketing Executive, Business Consultant, Data Entry dan sederet posisi mentereng lainnya, tetapi “pada hakikatnya” semua itu tidak lain dan tidak bukan merujuk pada satu posisi saja : MARKETING, dan yang lebih diharapkan oleh perusahaan adalah “mudah-mudahan si job seeker adalah anak orang kaya sehingga bapak/saudaranya bisa sekaligus menjadi investor.” Hebat kan ?
Meskipun kita bisa saja membedakan definisi antara forex dan futures, namun dalam konteks kasus kekecewaan job seeker di Indonesia, dapat dikatakan kedua istilah ini sama saja, karena sebetulnya forex hanyalah salah satu item produk futures sehingga dapat dikatakan setiap broker forex adalah broker futures juga, meskipun broker futures belum tentu jadi broker forex. Namun sekali lagi, dalam kasus job seeker Indonesia, keduanya adalah setali tiga uang.
Saat ini sudah banyak blog yang didedikasikan sebagai wadah untuk sharing informasi, meskipun tidak dapat dihindari pada akhirnya blog-blog tersebut lama-kelamaan menjadi ajang untuk mencaci-maki perusahaan futures sebagai sebuah ekspresi kekecewaan, bahkan cenderung ‘jijik’ terhadap cara rekrutmen yang memang tidak memiliki standar yang teruji ini. Hanya sedikit diantara para job seeker yang pada akhirnya memutuskan bertahan dan berniat menjadikan dunia futures sebagai medan profesi yang akan dijalani, tentunya dengan pengorbanan yang “tidak sedikit” (terutama bagi job seeker yang berasal dari kalangan bermodal pas-pasan). Berdasarkan pengalaman saya yang pernah menjadi salah satu rekruter resmi di sebuah perusahaan futures, jika kita ‘invite’ 200 job seekers dan ada 100 kandidat yang datang interview, lalu terdapat 1 sampai 5 orang yang secara ‘sukarela’ bertahan lebih dari 1 bulan pasca short training untuk menjadi marketing perusahaan futures, itu sudah merupakan satu catatan prestasi yang bagus bagi seorang rekruter perusahaan futures. Bisa dibayangkan, dari 100 job seekers yang datang interview, 95% merasa tertipu dan tidak pernah bersedia datang lagi ke perusahaan tersebut. Sungguh statistik yang sangat ‘mengerikan’ bagi dunia kerja kita. Berawal dari pengalaman itulah maka saya mendedikasikan blog ini sebagai satu upaya pencerahan bagi rekan-rekan job seeker dalam menyiasati sepak terjang perusahaan futures yang masih saja terus melakukan praktek yang sama meski sudah jelas hal tersebut tidaklah etis dan jelas-jelas mengeksploitasi (bukan sekedar memanfaatkan) celah-celah regulasi ketenagakerjaan yang ada di Indonesia
 

Distributed by eBlog Templates